Minggu, 12 Juli 2015

AL-QUR'AN DAN TAWASSUL



      Perlu di perhatikan ,bahwa sebenarnya tidak ada satupun ayat al-Qur'an  dan hadist Nabi saw,maupun pendapat ulama salaf yang saleh ,yang secara tegas (sharih) melarang ber-tawassul dengan orang yang sudah meninggal. Larangan ber-tawassul pada awalnya datang dari penafsiran Ibn Taimiyah terhadap ayat al-Qur'an .Namun kemudian penafsiran yang tidak benar dari Ibn Taimiyah tersebut,oleh kaum wahbi dikultuskan dan didudukkan setara dengan NASH al-Qur'an dan hadist, dalam melarang tawassul. Padahal apabila dikaji dengan benar,al-Qur'an al-Karim sebagai sumber primer pengambilan hukumn islam justru menganjurkan tawassul dan istighatsah. Hal ini setidaknya dapat dilihat dengan mengamati dua ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan tawassul serta penafsiran ahli hadist terhadap kedua ayat tersebut.

1.Dalam surah al-Ma'idah ayat 35


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Hai orang-orang yang beriman ,bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah yang mendekatkan diri kepada-Nya"
     Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kita agar mencari wasilah yang dapat mendekatkan kita kepada Allah ,termasuk dengan cara ber-tawassul dengan para nabi atau wali yang sudah meninggal seperti telah diajarkan oleh Rasulullah saw,para sahabat dan ulama salaf yang saleh .Dalam menafsirkan wasilah dalam ayat ini,al-Hafizh Ibn Katsir mengatakan:
"Wasilah adalah segala sesuadapat menjadikan sebab sampai pada tujuan." (Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, 2/50).
 
     Sedangkan bertawassul dan ber-istighatsah dengan para wali dan nabi yang sudah meninggal ,menurut Ibn Katsir dapat mengantarkan kita kepada terkabulnya permohonan sebagaimana dijelaskan dalam al-Bidayah wa al-Nihayah,jami' al-Masanid dan tafsir al-Qur'an al-Azhim.

2.Dalam surah al-Nisa' ayat 64 disebutkan


وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا

 64. Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. Sungguh, sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
 
     Dalam ayat ini Allah menuntun kita apabila kita menganiaya diri dengan melakukan perbuatan dosa, dan kita hendak bertaubat dan memohon ampun kepada Allah ,maka kita datangi Rasulullah saw,baik ketika beliau masih hidup atau sudah meninggal,lalu kita memohon ampun kepada Allah serta ber-tawassul dan ber-istighatsah dengan Rasulullah saw, agar dimohonkan ampun kepada Allah .Hal ini sesuai dengan penafsiran al-Hafizh Ibn Katsir yang dikagumi oleh kaum Wahabi  terhadap ayat berikut:

"Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang berbuat maksiat dan berbuat dosa ,apabila di antara mereka melakukan kesalahan dan kemaksiatan supaya mendatangi Rasululloh saw, meminta ampun kepada Allah di sisinya dan memohon kepada beliau  agar memohonkan ampunan untuk mereka, karena apabila mereka melakukan hal itu, maka Allah akan mengabulkan taubatnya, mengasihinya dan mengampuninya .Banyak ulama menyebutkan seperti al-Imam Abu Manshur al-Shabbagh dalam al-Syamil ,cerita yang populer dari al-'Utbi. Beliau berkata: " Aku duduk di samping makam Rasulullah ,kemudian datang a'rabi dan berkata: "SAesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu,lali memohon ampunan kepada Allah  ,dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka,tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi maha penyayang." (QS> al-Nisa'; 64). Aku datang kepadamu dengan memohon ampun karena dosaku dan memohon pertolongan kepada Tuhanku".
kemudian mengucapkan syair:
Wahai sebaik-baik orang yang jasadnya disemayamkan di tanah ini
Sehingga semerbaklah tanah dan bukit karena jasadmu
Jiwaku sebagai penebus bagi tanah tempat bersemayammu
Disana terdapat kesucian ,kemurahan dan kemuliaan
Kemudian a'rabi itu pergi.kemudian aku tertidur dan bermimpi bertemu Rasulullah saw dan beliau berkata :" Wahai 'Utbi,kejarlah si a'rabi tadi, sampaikan berita gembira padanya ,bahwa Allah telah mengampuni dosanya." (al-Hafizh Ibn Katsir ,tafsir al-Qur'an al-Azhim,1/492)


     Kisah al-'Utbi ini juga diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Nawawi dalam al-Idhah fi manasik al-hajj (hal. 498), Ibn Qudamah al-Maqdisi al-Haqnbali dalam al-Mughni (3/556), Abu al-faraj Ibn Qudamah dalam al-Syarh al-Kabir (3/495), al-Syaikh al-Buhuti dalam Kasysysf al-Qina' (5/255).
    Berdasarkan uraian di atas ,dapat kita simpulkan bahwa ber-tawassul dan ber-istighatsah dengan para nabi dan wali yang sudah meninggal itu tidak dilarang dan bertentangan dengan ajaran al-Qur'anulkarim . bahkan al-Qur'an membolehkan dan menganjurkan bertawassul dan ber-istighatsah  dengan para nabi atau wali yang sudah meninggal sesuai dengan penegasan ulama salaf dan huffazh dari kalangan ahli hadist seperti al-Hafizh Ibn Katsir ,al-Hafizh al-Qurthubi, al-Hafizh Ibn Hajar dll.

Minggu, 28 Juni 2015

DALIL-DALIL TAWASSUL

DALIL-DALIL TAWASSUL

     Telah dikemukakan bahwa bertawassul dan ber-istighatsah dengan para nabi dan wali dengan bentuk-bentuk dan redaksi-redaksi yang telah disebutkan,hukumnya boleh, baik disaat nabi atau wali masih hidup atau sudah meninggal,baik di hadapannya atau tidak. Namun hal itu harus disertai dengan keyakinan bahwa tidak ada yang bisa mendatangkan bahaya dan memberikan manfaat secara hakiki kecuali Allah SWT. Sedangkan para nabi dan wali hanyalah sebab dikabulkannya doa dan permohonan seseorang.
  
      Dalam buku-buku yang di cetak oleh kaum wahhabi,mereka banyak mengaku sebagai pengikut ahli hadist . Akan tetapi dalam kenyataaanya mereka adalah pengikut ahlul hawa karena suka mengkritik amaliyah-amaliyah AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH tentang tawassul. Ustad-ustad wahabi tidak pernah melakukan analisis secara detail dan mengajukan dalil-dalil dari kitab hadist berkaitan dengan hukum tawassul yang di vonis KUFUR dan SYIRIK. boleh jadi semua ulama dan para ustad wahabi tidak punya kemampuan untuk menganalisis terhadap ilmu hadist dan bisa jadi pengakuan mereka sebagai pengikut ahli hadist hanyalah TOPENG bagi kelompoknya. Mereka hanya bertaklid buta pada ulama-ulama dangkal pemahaman saja, tanpa pernah merujuk kepada para imam mujtahid,ahli dari kalangan ulama salaf yang saleh.
     Berikut ini akan saya kemukakan beberapa dalil tentang di perbolehkannya tawassul dengan para nabi dan wali dengan lebih detail...:

1.Hadist saiyidina Umar r.a ketika melakukan shalat istisqa'
     "Dari Anas bin Malik r.a ,beliau berkata: " Apabila terjadi kemarau,sahabat Umar bin Khattab r.a bertawassul dengan Abbas bin Abdulmunthalib,kemudian berdoa."Ya Allah,kami pernah berdoa dan bertawassul kepada-Mu dengan Nabi saw,maka Engkau turunkan hujan. Sekarang kami bertawassul dengan paman nabi saw,maka turunkanlah hujan." Anas berkata:" maka turunlah hujan kepada kami".  (Shahih Bukhari {954]).

     Menyikapi tawassul saiyidina Umar ra tersebut,maka saiyidina Abbas kemudian berdoa:
"Ya Allah ,sesungguhnya malapetaka itu tidak akan turun kecuali karena dosa dan tidak akan sirna melainkan dengan taubat.Kini kaum muslimin ber-tawassul denganku untuk memohon kepada-Mu,karena kedudukanku di sisi nabi-Mu,.....  (diriwayatkan oleh al-Zubair bin Bakkar. (al_tahdzir min al-Ightirar, 125)

     Hadist di atas menunjukkan di sunnahkannya ber-tawassul dengan orang-orang saleh dan keluarga nabi saw,sebagaimana dikemukakan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari (II/497). Pada hakekatnya,tawassul yang dilakukan Saiyidina Umar dengan Saiyidina Abbas tersebut merupakan tawassul dengan Nabi saw (yang pada saat itu telah wafat), disebabkan posisi saiyidina Abbas sebagai paman Nabi saw dan kedudukannya disisi Nabi saw.

2.Hadist tentang orang buta yang datang pada Rosululloh.
     Hadist ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (16605),al-Tirmidzi (3502,dan menilainya shahih, al-Nasa'i dalam Amal al-Yaum waal-Lailah (h. 417), Ibn Khuzaimah dalam al-Shahih, Ibn Majah (I/441), al-Thabarani dalam al-Mu'jam al-Kabir (IX/19), dan al-Du'a' (II/313,519) dan menilainya shahih serta di akui oleh al-Hafizh al-Dzahabi,al-Hafizh al-Baihaqi, dalam Dalail al-Nubuwwah (VI/166) dan al-Da,awat al-Kabir dan ulama-ulama lain. Dari kalangan ahli hadist kemudian (muta'akhirin),hadist di atas disebutkan dan di shahihkan oleh al-Imam al-Nawawi,al-Hafizh Ibn al-Jazari dan lain-lain.

JIka ada dari kaum wahabi yang berkata,bahwa makna:
"Allahumma inni as-aluka wa atawajjahu ilaika binabiyyina muhammadin nabiyyirrohmati, ya muhammadu inni atawajjahu bika ila rabbi fii haajatii lituqdholi."
adalah:
" Allahumma inni as-aluka watawajjahu ilaika bi du'a'i nabiyyina muhammadin nabiyyi rahmati"
Dengan dalil perkataan Nabi saw di awal hadist:
"in syi'ta shobarta wain syi'ta da'autulaka" (jika engkau mau,engkau bisa bersabar.Dan jika engkau mau,aku akan mendoakanmu)"
dan itu artinya orang tersebut memohon doa kepada Nabi saw ketika beliau masih hidup dan itu jelas boleh,sedangkan yang dilakukan oleh orang-orang yang yang ber-tawassul adalah memohon didoakan dari orang yang sudah mati atau hidup tapi tidak di hadapannya dan hal ini diperbolehkan.
Pertanyaan di atas dapat dijawab bahwa dalam rangkaian hadist di atas ,tidak disebutkan bahwa Nabi benar-benar mendoakannya. Dalam tata bahasa arab sederhanapun orang yang awam bisa tau kalau itu tidak di doakan nabi, karena redaksi hadistnya adalah Allahumma....
     Dalam hal ini,al-Imam Muhammad bin Ali al-Syaukani mengatakan:
"Hadist ini menjadi dalil bolehnya ber-tawassul dengan Rosululloh saw kepada Allah SWT dengan keyakinan bahwa yang memberi dan menolak secara hakiki adalah Allah. Sesuatu yang di kehendaki Allah akan terjadi. Sesuatu yang tidak dikehendaki tidak akan terjadi."  (Al-Syaukani, Tuhfat al-Dzakirin, hal. 80)
     Dalam bagian lain (Tuhfat al-Dzakirin ,hal.72 dan al-Dur al-Nadhid, hal.5 al-Syaukani juga mengatakan bahwa bertawassul kepada selain nabi seperti orang-orang saleh dan para wali,juga dibolehkan.
     Al-Syaukani termasuk tokoh yang di akui oleh kelompok Wahhabi dan di anggap sebagai salah satu pelopor gerakan ijtihad dan anti madzhab. Mereka mengatakan bahwa al-Syaukani sejajar dengan Ibn Taimiyah dan Ibn al-Qayyim,sebagaimana mereka sebutkan dalam kitab al-Mausu'ah al-Muyassarah (juz I,hal. 139-143 yang di terbitkan oleh organisasi al-Nadwah al-'Alamiyyah li al-Syabab al-Islami di Riyadh Saudi Arabia.

3.Hadist Abu Sa'id al-Khudri r.a
     "Dari Abu Sa'id al-Khudri r.a berkata: Rosululloh bersabda:" Barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat di masjid kemudian ia berdoa:" Ya,Allah, Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan derajat orang-orang yang berdo'a kepada-Mu (baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal dan dengan derajat langkah-langkahku ketika berjalan ini, sesungguhnya aku keluar rumah bukan untuk menunjukkan sikap angkuh dan sombong,juga bukan karena riya' dan sum'ah,aku keluar rumah untuk menjauhi murka-Mu dan mencari ridho-Mu,maka aku memohon kepada-Mu,selamatkanlah aku dari api neraka dan ampunilah dosa-dosaku.Sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau". Maka Allah akan meridhainya dan tujuh puluh malaikat memohonkan ampun baginya".
    Hadist ini diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (107290) Ibn Majah (770), Ibn al-Sunni dalam "amal al-Yaum wa al-Layla,al-Thabarani dalam al-Du'a, al-Baihaqi dalam al-Da'awat al-Kabir dan lainnya.Sanad hadist ini dinilai hasan oleh al-Hafizh al-Dimyathi dalamal-Matjar al-Rabih, al-Hafizh al-Maqdisi sebagaimana dikemukakan oleh muridnya al-Hafizh al-Mundziri dalam al-Tarhib ,al-Hafiz Ibn Hajar dalam Nataij al-Afkar,al-Hafizh al-'Iraqi (725-806 H/ 1325-1403 M) dalam al-Zujajah (1/99) bahwa hadist ini diriwayatkan oleh al-Imam Ibn Khuzaimah dalam shahihnya sehinggga dapat di simpulkan bahwa hadist ini bernilai shahih menurut Ibn Khuzaimah.

4.Hadist tentang manaqib (keistimewaan) Fathimah binti Asad ibi Saiyidina Ali r.a
     Ketika Fathimah binti Asad meninggal.Rosulullah saw menggali liang lahatnya dengan tangannya. Beliau mengeluarkan tanah dengan tangannya. Setelah selesai,Rasul saw masuk kedalam liang kubur,lalu tidur miring sambil berdo'a:
"Allah yang menghidupkan dan mematikan ,Dia Maha Hidup lagi tidak akan mati,ampunilah ibuku Fatimah binti Asad,tuntunlah jawabannya,luaskanlah tempat bersemayamnya dengaqn derajat nabi-nabi sebelum aku,sesungguhnya Engkau lebih pengasih dari yang pengasih."
     Lalu nabi menshalatinyaq dengan bertakbir empat kali. Beliau memasukkan nya ke dalam liang bersama Abbas dan Abu Bakar al-shiddiq. Hadist ini diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu'jam al-Kabir (24/352),dan al-Mu'jam al-Austh (1/152),dan al-Hafizh Abu Nu'aim dalam Hilyat al-Auliya' (3/121). Menurut al-Hafizh al-Haitsami,dalam sanadnya terdapat Ruh bin Shalah,perawi yang di nilai tsiqah oleh Ibn Hibban dan al-Hakim,namun ia memiliki kelemahan. Sedangkan perawi-perawi lain termasuk perawi hadist shahih. Karena itu,hadist ini dinilai hasan.

5.Hadist Ibn Abbas
     "Diriwyatkan dari Ibn Abbas, bahwa Rasulullah bersabda:" SesungguhnyaAllah memiliki para malaikat dibumi selain malaikat Hafazhah yang menulis daun-daun yang berguguran, maka jika kalian ditimpa kesulitan di suatu padang,maka hendaklah mengatakan :"Tolonglah aku wahai para hamba Allah"
    Hadist ini diriwayatkan oleh al-Bazzar (Kasyf sl-Atsar, 4/33-34). al-Hafizh al-Haitsami dalam majma' al-Zawaid (10/132) berkata: para perawi hadist ini dapat dipercaya.
     Al- Imam Nawawi setelah menyebutkan riwayat Ibn al-Sinni dalam kitabnya al-Adzkar mengatakan:
" Sebagian guruku yang sangat alim pernah menceritakan bahwa pernah suatu ketika hewan tunggangannya lapar dan beliau mengetahui hadist ini, lalu beliau mengucapkan nya, maka seketika hewan tunggannya itu berhenti berlari. Sayapun suatu ketika bersama jamaah kemudian terlepas seekor binatang mereka dan mereka bersusah payah berusaha menangkapnya dan tidak berhasil. Kemudian saya mengatakannya dan seketika binatang tersebut berhenti tanpa sebab kecuali ucapan tersebut."
     Al-Hafizh al-Baihaqi meriwayatkan dalam Syu'ab al-Imam dariAbdullah puta al-Imam Ahman Bin Hanbal ,yang berkata: "Saya mendengar ayahku berkata:" Suatu ketika saya menunaikan ibadah haji dengan berjalan kaki. Disuatu perjalanan saya tersesat tidak mengetahui arah . Lalu aku berkata:" Hai hamba-hamba Allah,tunjukkanlah aku jalan." Aku terus mengucapkannya sampai akhirnya aku menemukan jalan yang benar."
      Dua kisah di atas, menunjukkan bahwa mengucapkan tawassul dan istighatsah tersebut adalah amalan para ulama ahli hadist,dan yang lainnya.

6.Riwayat Imam Ahmad bin Hanbal.
     Imam Ahmad meriwayatkan dalam al-Musnad dengan sanad yang dinilai hasan oleh al-Hafizh Ibn Hajar,bahwa al-Harits bin Hassan al-Bakri r.a berkata kepada Rosululloh saw.
"Aku berlindung kepada Allah dan rosul-Nya dari menjadi seperti utusan kaum 'Ad (utusan yang justri menghancurkan kaumnya sendiri yang mengutusnya)." (MUSNAD AHMAD,15388)

     Hadist ini menunjukkan dibolehkannya ber-tawassul dan ber-istighotsah meskipun dengan lafal isti'adzah (memohon perlindungan). Dalam hadist ini al-Harist bin hasan al-Bakri r.a memohon perlindungan  kepada Allah karena Allah adalah yang dimintai perlindungan secara hakiki (al-musta'adz bihi al-haqiqi), dan ia memohon perlindungan kepada Rosululloh saw,karena Rasul saw adalah yang dimintai perlindungan dengan makna sebab (al-musta'adz bihi 'ala annahu al-sabab) .Rosululloh saw tidak mengkafirkannya,tidak mensyirikkannya,bahkan tidak mengingkarinya sama sekali,padahal kita tahu bahwa Rosulalloh saw tidak akan mendiamkan perkara mungkar sekecil apapun.Dalam hadist ini, Rasulullah saw tidak mengatakan :"Engkau telah musrik karena telah meminta perlindungan padaku"

7.Hadist Abdullah r.a
     "Diriwayatkan dari Abdullah,Nabi saw bersabda:" Hidupku adalah kebaikan bagi kalian dan matiku kebaikan bagi kalian .Ketika aku hidup kalian melakukan banyak hal lalu dijelaskan hukumnya melaui aku. Matiku juga kebaikan bagi kalian,diberitahukan amal perbuatan kalian. JIka aku melihat amal kalian baik maka aku memuji Allah karenanya. Dan jika aku melihat amal kalian buruk,maka aku memohonkan ampun kalian kepada Allah."
     Hadist ini diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam Musnadnya (Kasyf Atsar,[1/397]. al-Hafizh al-Iraqi mengatakan dalam Tharh al-Tatsrib (3/297),sanad hadist ini jayyid. Al-Hafizh al-Haitsami mengatakan dalam Majma' al-Zawaid (9/24).para perawinya adalah para perawi hadist shahih. al-Hafizh al-Suyuthi menilai hadist ini shahih dlam al-Khashaish al-Kubro (2/281). Bahkan al-Hafizh al-Sayyid Abdullah bin al_Shiddiq al-Ghummari al-Hasani menulis risalah khusus mengenai hadist ini berjudul " Nihayat al-amal fi Syarh wa Tashhih Hadist 'As\rdh al-A'mal"
    Hadist ini menunjukkan, bahwa meskipun Rosulullah saw sudah meninggal. beliau tetap bermanfaat bagi ummatnya seperti bisa mendoakan dan memohonkan ampun kepada Allah untuk ummat.Oleh karena itu,dibolehkan bertawassul dan ber-istighotsat dengannya, memohon didoakan oleh beliau meskipun beliau sudah meninggal.

8.Hadist Ibn Umar r.a
     "Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a,bahwa suatu ketika beliau terkena mati rasa, maka salah seorang yang hadir mengatakan kepada beliau: "Sebutkanlah orang yang paling Anda cintai!" lalu Ibn Umar berkata: "ya muhammad". maka seketika itu kaki beliau sembuh".
     Hadist shahih ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (hal.324), al-Hafizh Ibrahim al-Harbi dalam Gharib al-Hadist (2/673-674) ,al-Hafizh IBn al-Sunni dalam 'Amal al-Yaum wa al-Lailah (hal.72-73),dan dianjurkan untuk diamalkan oleh Ibn Taimiyah.dalam kitabnya al-Kalim al-Thayyib (hal. 88).

     Hadist di atas menunjukkan bahwa sahabat Abdullah bin Umar r.a melakukan tawassul dan istighatsah dengan menggunakan redaksi nida' (memanggil) "yaa Muhammad" yang artinya: "Tolonglah aku dengan doamu kepada Allah wahai Muhammad". Hal ini dilakukan setelah Rosululloh saw wafat. Sehingga hadist ini menunjukkan bahwa bertawassul dan ber-istighatshah dengan Rosululloh saw setelah beliau wafat meskipun dengan menggunakan redaksi nida' (memanggil), yang berarti nida' al-mayyit (memanggil nabi atau wali yang sudah meninggal) bukanlah termasuk syirik.

9.Hadist Bilal bin al-Harits al-Muzani
     "Diriwayatkan dari malik al-Dar,bendahara pangan khalifah Umar bin al-Khattab,bahwa musim paceklik melanda kaum muslimin pada masa Khalifah Umar. Maka seorang sahabat (yaitu, Bilal bin al-Harits al-Muzami) mendatangi makam rosululloh dan mengatakan "Hai Rosululloh mohonkanlah hujan kepada Allah untuk ummatmu karena sungguh mereka benar-benar telah binasa". Kemudian orang ini bermimpi bertemu dengan rosululloh saw dan beliau berkata kepadanya: "Sampaikanlah salamku kepada Umar dan beritahukan bahwa hujan akan turun untuk mereka,dan katakanlah kepadanya "bersungguh-sungguhlah dalam melayani umat". Kemudian sahabat tersebut datang kepada Umar dan memberitahukan apa yang dilakukannya dan mimpi yang dialaminya.Lalu Umar menangis dan berkata:" Ya,Allah saya akan kerahkan semua upayaku kecuali yang aku tak mampu.
     Hadist ini diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (12/31-32),Ibn Abi Khaitsamah sebagaimana dalam al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah (3/484).al-Baihaqi dalam dalail al-Nubuwwah (7/47),al-Khalili dalam al-Irsyad (1/313-314),dan al-Hafizh Ibn Abdilbarr dalam al-Isti'ab (2/495).
     Sanad hadist ini dinilai shahih oleh Ibn Katsir, dalam al-Bidayah wa al-Hinayah (7/101 dan al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari' (2/495) Al-Hafizh Ibn Katsir juga mengatakan dalam kitabnya yang lain Jami'al-Masanid di bagian musnad Umar bin al-Khattab (1/223) bahwa sanad hadist ini jayyid dan kuat. Menurut al-Hafizh Ibn Hajar, yang dimaksud laki-laki yang mendatangi makam Nabi saw dan melakukan tawassul dalam hadist ini adalah sahabat Bilal bin al-Harist al-Muzani.
     Hadist ini menunjukkan dibolehkannya bertawassul dengan para nabi atau wali yang sudah meninggal dengan redaksi nida' (memanggil) yaitu "Ya Rosulallah" . Ketika Bilal mengatakan "Istasqi li ummatik",maka maknanya adalah: "Mohonkanlah hujan kepada Allah untuk ummatmu", bukan "ciptakanlah hujan untuk ummatmu". Jadi dari sisni kita ketahui bahwa boleh ber-tawassul dengan mengatakan
"Allahumma shalli wasallim 'ala saiyyidina Muhammadin,qod dhooqot hiilati ad'riknii au aghisni yaa Rasulallah"
(Ya Allah, curahkanlah shalawat serta salam natas junjungan kami Muhammad. Aku benar-benar tidak mampu,tolonglah aku dengan doamu kepada Allah ,atau selamatkanlah aku dengan doamu hai Rosulallah")
     Rosulullah bukanlah pencipta manfaat dan marabahaya.Beliau hanyalah sebab seseorang diberikan manfaat dan dijauhkan dari bahaya. Rasulullah saja telah menyebut hujan sebagai mughits (penolong dan menyelamatkan) dalam hadist riwayat Abu Dawud (988) dan lainnya dengan sanad yang shahih.
"Allahummasqina ghoitsan mughitsan  mari'an naafi'an ghoiro dhorrin 'aajilan ghoiro ajilin"
" Ya Allah, turunkanlah  hujan kepada kami ,hujan yang menolong ,menyelamatkan ,enak,yang subur,memberi manfaat dan tidak mendatangkan bahaya,segera dan tidak ditunda"
     Apabila Rasulallah saw dibenarkan menamakan hujan sebagai penolong dan pemberi manfaat,karena hujan dapat menyelamatkan kita dari kesusahan dengan izin Allah,maka tentu tidak ada salahnya apabila seseorang nabi atau wali yang menyelamatkan dari kesusahan dan kesulitan dengan seizin Allah ,kita sebut sebagai penolong dan penyelamat dalam ekspresi doa yang berbunyi:
"Aghisni ya rasulallah"
Selamatkanlah dan tolonglah aku dengan doamu kepada Allah wahai Rosulallah"
      Seorang muslim akan selalu berkeyakinan bahwa nabi atau wali hanyalah sebatas sebab ,sedangkan pencipta manfaat dan yang menjauhkan dari bahaya secara hakiki adalah Allah, bukanlah nabi atau wali seperti prasangka buruk para WAHABI.
     Umar r.a yang mengetahui sahabat Bilal r.a mendatangi makam Nabi saw kemudian ber-tawassul dan ber-istighatsah dengan mengatakan doa seperti redaksi di atas,yang mengandung nida' (memanggil) dengan perkataan istasqi' ,tidak mengkafirkan atau memusrikkan dan mengkafirkan ,sebaliknya Umar r.a men yetujui perbuatan Bilal r.a. dan tidak seorangpun dari sahabat Nabi saw yang mengingkari.

10. Diantara dalil dibolehkannya ber-tawassul dengan Nabi sesudah meninggal adalah diqiyas-kan dengan bolehnya ber-tabarruk dengan benda,yang terpisah dari diri Nabi. baik semasa hidupnya ataupun setelah Rasululloh meninggal.
     Dalam sekian banyal hadist yang diriwayatkan oleh al-Bukhari,Muslim,dan lain-lain disebutkan bahwa para sahabat ber-tabarruk dengan rambut beliau. Sahabat Ummu Sulaim pernah mengambil keringat Rasulullah saw dan meletakkannya dalam botol kaca. Setiap air keringat itu berkurang, ia menambahkannya dengan air. Para sahabat juga banyak yang meminta dimakamkan bersama beberapa helai rambut Rasulullah saw yang diperbolehkan dimasa hidup beliau. Ini menunjukkan bahwa benda yang terpisah dari jasad nabi saw semasa hidupnya,kemudian masih ada sesudah beliau meninggal,memiliki hukum yang sama untuk dapat di ambil barakahnya bagi kesembuhan dan lain-lain.
     Apabila benda yang terpisah dari jasad beliau dapat diambil barakahnya meskipun beliau sudah meninggal sebagai tawassul bagi kesembuhan dan lain-lain, tentu diri beliau saw yang mulia derajatnya tentu bisa di jadikan sarana tawassul. Padahal telah ditetapkan ,berdasarkan hadist-hadist shahih dn ijma' para ulama,bahwa jasad nabi itu tidak rusak oleh tanah.


KEHIDUPAN ALAM BARZAKH DAN TAWASSUL

KEHIDUPAN DI ALAM BARZAKH

   Ada dua pandangan dalam menyikapi hukum tawassul dan istighatsah.
Pertama: Kelompok yang membolehkan tawassul dan ber-istighatsah dengan para nabi dan wali baik ketika mereka hidup ataupun wafat,dengan pengertian bahwa kita memohon kepada Allah dengan mengandalkan derajat dan kedudukan mereka baik ketikah masih hidup ataupun setelah mereka meninggal. Pendapat ini di ikuti oleh seluruh ulama salaf yang saleh dan di ikuti oleh mayoritas kaum muslimin hingga dewasa ini.

Kedua: Kelompok yang membolehkan bertawassul dengan para nabi dan wali yang masih hidup, agar di doakan kepada Allah tentang hajat yang ingin digapainya atau marabahaya yang hendak dijauhkannya. Oleh sebab itu,kelompok kedua ini melarang bertawassul dengan orang yang sudah meninggal. Karena orang yang alam luar mereka. Pendapat kedua ini di ambil oleh minoritas dalri kalangan ahli bid'ah dan ahli fitnah wahabiyah annajdiyah.

   Seringkali kalangan yang anti tawassul seperti Abdul aziz bib baz, al-Utsaimin, albani, dan ahlul bid'ah lainnya mengajukan alasan bahwa para nabi dan wali yang dijadikan sarana ber-tawssul itu sudah meninggal. Menurut mereka orang yang telah meninggal tentu tidak dapat berbuat apa-apa. Jangankan berbuat untuk orang lain,untuk dirinya saja mereka harus dimandikan,di kafani,dan di makamkan oleh orang lain. Berangkat dari perbedaan pendapat ini maka muncullah pertanyaan, apakah mereka masih hidup di alam barzakh,apakah mereka bisa mendengar dan merasakan tawassul kita dengan mereka,apakah mereka bisa menolong mendoakan hajat kita???
    Jawaban dari ke tiga pertanyaan itu adalah "ya" mereka hidup di alam mereka,mendengar dan merasakan tawassul kita dan menolong mendoakan hajat hajat kita kepada Allah. Berikut dalil-dalilnya:

1.Allah berfirman
" Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup menurut Tuhannya dengan mendapatkan rizki" (QS.ALI IMRON: 169)

2.Allah berfirman
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah,(bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup,tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS.AL-BAQARAH: 154)

3. Allah berfirman
"Dan katakanlah: bekerjalah kamu,maka Allah dan rasul-Nya serta orang mukmin akan melihat perjalananmu itu. (QS.AL-TAUBAH: 105)

Al-hafizn Ibn Katsir ulama yang sangat di kagumi wahabi,ketika mentafsirkan ayat ini berkata: "Telah datang dalil-dalil bahwa amal perbuatan orang-orang yang hidup diberitahukan kepada kerabat dekat mereka yang sudah meninggal dunia di alam barzakh" Dengan demikian orang yang tidak memiliki kehidupan tidak dapat mengetahui perbuatan yang lain. Berarti keluarga kita yang sudah meninggal pada hakekatnya itu hidup dan mengetahui hal ihwal perbuatan kita.

4.Hadist Anas bin Malik
"Rosululloh bersabda:" Para nabi itu hidup di alam kubur mereka dan menunaikan sholat"
Hadist ini diriwayatkan oleh Abu ya'la (3425), al-Baihaqi dalam Hayat al-anbiya' (hal.3),dan menilainya shahih. al-Bazzar dalam al-Musnad (233 dan 256), al-Hafizh ibn 'Asakir (499-571 H/1102-1176 M), dalam Tariqh Dimasyq (4/285), al-Hafizh Ibn 'Adi (w.365 H/976 M) dalam al- Kamil, al-Hafizh Abu Nu'aim 336-430 H/ 948-1038 M) dalam Dzikr Akhbar Ashbihan (2/39) dan lain-lain. Hadist ini dinilai shahih oleh al-Hafizh al-Munawi.

5.Hadist Aus bin Aus
"Rosululloh bersabda:" Hari yang paling utama bagi kamu adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam di ciptakan ,dicabut ruhnya,dan terjadinya huru-hara. Maka perbanyaklah membaca shalawat kepadaku pada hari itu,karena shalawat kalian akan di beritahukan kepadaku". Mereka bertanya:"Bagaimana mungkin shalawat kami diberitahukan engkau, sedangkan engkau telah lapuk?" Beliau memjawab:" Sesungguhnya Allah melindungi jasad para nabi dari dimakan tanah".
Hadist ini diriwayatkan  al-Nasa'i (1357),Ibn Majah (1075), Ahmad (15575),al-Darimi (1526) dan lain-lain. Hadist ini dinilai shahih oleh Ibn al-Qayyim -ideolog kedua kaum Wahhabi-dalam Jala' al-Afham (hal.47)
    Hadist ini menjadi dalil bahwa para nabi itu hidup di alam kubur mereka dan tidak mati sebagaimana diasumsikan oleh Ustad-Ustad wahhabi. Tidak mungkin nabi mengetahui shalawat yang kita baca,apabila beliau tidak hidup.

6.HADIST  PERISTIWA ISRO' MI'ROJ
     Dalam hadist peristiwa isro' yang mutawatir dan diriwayatkan dari lebih empat puluh sahabat, disebutkan bahwa nabi melihat nabi Musa As menunaikan shalat dalam kuburnya. Beliau melihat nabi-nabi lain juga menunaikan shalat. Beliau menjadi imam mereka dalam shalat berjamaah. Beliau menjelaskan bahwa nabi Adam As dan nabi-nabi lain mendoakan beliau. Beliau menjelaskan bahwa nabi Musa As meminta kembali kepada Allah agar umatnya diberi keringanan menunaikan shalat,dari yang semula 50 shalat,menjadi 5 kali shalat dalam sehari semalam.  Bertemu dengan para nabi,berbicara dengan mereka dan menjadi imam dalam shalat mereka. Dalam hadist itu beliau menjelaskan tentang bentuk fisik nabi Musa As yang kuat dan berambut keriting,seperti layaknya laki-laki dari suku Azad Syannu'ah,dan lain-lain. Semua ini menunjukkan bahwa para nabi itu hidup di alam barzakh dan dapat memberikan manfaat kepada kita yang hidup di dunia. Aktivitas yang dilakukan oleh para nabi yang menunaikan shalat,berbicara dengan nabi,memberi nasehat kepada beliau untuk umat beliau dan lain sebagainya hanya dapat dilakukan orang yang hidup. Hadist-hadist tentang peristiwa isro' tersebut dapat dilihat dalam shahih muslim, Sunan Abu Dawud,al-Tirmidzi,al-Nasa'i,Ibn Majah, Musnad Ahmad dan lain-lain. Hal ini dapat pula dilihat secara detail dan rinci dalam Tafsir al-Hafizh Ibn Katsir, Tafsir al-durr al-Mantsur dan lain-lain.

7.HADIST ABU QATADAH r.a
     "Dari Abu Qatadah secara marfu': "Apabila salah seorang kamu diserahi mengurus jenazah saudaranya,maka berilah kafan yang bagus. Karena sesungguhnya mereka akan saling mengunjungi di alam kubur mereka"
     (Hadist ini diriwayatkan oleh al_Tirmidzi,Ibn Majah dan Muhammad bin yahya al-Hamadani dalam shahihnya).

*Ibn Abi al_Dunya meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Rasyid bin Sa'ad berkata:
"Ada seorang laki-laki yang istrinya meninggal. Malamnya ia bermimpi melihat banyak perempuan yang sudah meninggal,kecuali istrinya yang tidak nampak bersama mereka. Lalu ia bertanya kepada mereka tentang istrinya yang tidak nampak bersama mereka. Mereka menjawab: "kalian telah memberikan kafan yang kurang bagus,sehingga ia malu untuk keluar bersama kami."
Lalu laki-laki itu datang kepada Nabi dan menceritakan tentang istrinya yang meninggal dan mimpi yang di alaminya. Lalu Nabi bersabda: "Coba lihat,apakah ada orang yang dipercaya untuk menyampaikannya?". lalu laki-laki itu mendatangi seorang laki-laki Anshar  yang sedang menghadapi detik-detik kematian dan menyampaikan keinginannya untuk menitipkan kain kafan kepada istrinya nanti kalau dia sudah meninggal. Lelaki Anshar itu menjawab: "Kalau memang orang yang sudah meninggal dapat menyampaikan titipan kepada orang yang sudah meninggal pula,tentu titipanmu akan aku saya sampaikan ".
Lalu lelaki Anshar itupun meninggal.Kemudian laki-laki tadi datang membawa dua kain kafan yang dilengkapi dengan Za'faran (cat warna kuning) dan kemudian diletakkannya di dalam kafan lelaki Anshar yang baru meninggal itu. Malam harinya ,laki-laki tersebut bermimpi melihat perempuan-perempuan yang sudah meninggal,dan istrinya juga tampak bersama mereka dengan mengenakan dua baju berwarna kuning"

     Dua hadist ini disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Najdi-pendiri aliran wahhabi yang di ikuti oleh ustad-ustad wahabi lainnya,dalam kitabnya Ahkam Tamanni al-Maut (hal 41-42). kitab ini di-tahqiq oleh dua tokoh wahhabi,Abdurrahman al-Sadhan dan Abdullah al_JIbrin,dan di terbitkan oleh penerbit al-Imdadiyah Mekkah.
     Hadist ini menjadi dalil bahwa orang yang meninggal itu pada hakekatnya hidup di alam mereka dan saling berziarah dengan memakai kain kafan mereka. Orang yang meninggal juga dapat menolong orang yang masih hidup dengan mengantarkan kain kafan yang dititipinya. Dengan demikian,mereka dapat menolong kita dengan doa kepada Allah tentang hajat kita apabila kita ber-tawassul dengan mereka.

8. HADIST IBN ABBAS r.a
     "Ibn Abdilbarr meriwayatkan dari Ibn Abbas,berkata: "Rosululloh bersabda:" Tidak seorangpun yang lewat bertemu dengan kuburan saudaranya seiman yang pernah mengenalnya ketika didunia,-lalu mengucapkan salam kepadanya,kecuali ia akan mengenalnya dan membalas salamnya"

     Hadist ini di shahihkan oleh Abdulhaqq. Dalam bab ini ada riwayat pula dari Abu Hurairah dan 'Aisyah.
Hadist ini disebutkan oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam Ahkam Tamanni al-Maut (hal.46).
  
Hadist ini menjadi dalil bahwa orang yang sudah meninggal memiliki kehidupan di alam kubur,dan mengenal orang yang pernah dikenalnya dan dapat memberikan kemanfaatan kepada orang yang masih hidup dengan mendoakan keselamatannya. Dalam konteks ini Ibn al-Qayyim mengatakan:

"Nabi telah menetapkan kepada ummatnya,apabila mereka mengucapkan salam kepada ahli kubur agar mengucapkan seperti layaknya salam yang diucapkan kepada yang hidup yang ada di hadapannya,dan ini berarti beerbicara kepada orang yang berakal. Andaikan tidak demikian ,niscayakhithab ini sama dengan berbicara kepada sesuatu yang tidak ada atau tidak berjiwa. Ulama salaf telah sepakat tentang hal ini,dalil-dalil atsar telah mutawwatir dari mereka bahwa si mayyit mengetahui ziarah (kunjungan) orang yang hidup dan merasa senang dengannya (Al-Ruh,hal 24)
     Apabila mereka dapat mendoakan keselamatan bagi orang yang masih hidup,tentu mereka juga dapat mendoakan hajat kita terkabul melalui tawassul dengan mereka.

9.HADIST SA'ID BIN AL-MUSYYAB
     Ibn Sa'ad meriwayatkan dari Sa'id bin al-Musayyab,bahwasannya ia tidak meninggalkan masjid Nabawi selama hari-hari peristiwa al-Hannah,sedangkan manusia disekelilingnya saling bunuh membunuh. Beliau berkata: "Apabila waktu shlat tiba aku selalu mendengar adzan yang suaranya keluar dari arah makam Nabi"
Hadist ini disebutkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Najdi dalam Ahkam Tamanni al-Maut (hal. 47)

     Dalam hadist ini,Nabi Muhammad saw yang sudah meninggal,memberi manfaat kepada Sa'id bin al-Musayyab dengan memberitahukan masuknya waktu shalat melalui adzan yang beliau kumandangkan dari dalam makam berliau. Dengan demikian,beliau dapat menolong kita dengan mendoakan apabila kita ber-tawassul dengan beliau.

10. HADIST ABU HURAIRAH
     Hadist yang disebutkan oleh Ibn Qoyyim ,ulama yang sangat di kagumi kaum wahabi dalam kitabnya Jala'al-Afham (hal. 33)

"Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a,berkata Rosululloh saw: "Barangsiapa membaca shalawat kepadaku disisi makamku,maka aku akan dapat mendengarnya. Dan barangsiapa membaca shalawat kepadaku dari tempat yang jauh ,maka aku akan diberitahu"

Hadist ini disebutkan oleh oleh ulama kebanggaan wahabi Ibn al-Qayyim dalam kitabnya Jala' al-Afham (hal. 33)

Menurut al-Hafizh Ibn Hajar dan muridnya al-Hafizh al-Sakhawi,sanad hadist ini jayyid (lihat ,al-Hafizh al-Sakhawi, al-Qaul al-Badi', hal. 154)
Hadist ini menunjukkan bahwa Nabi saw dapat mendengar shalawat kita kepada beliau,apabila kita membacanya dari dekat, maka rosul dapat mendengarnya langsung, jika dibaca dari tempat yang jauh maka rosul dapat mengetahuinya. Ini membuktikan Rasul hidup di alam barzakh.

      Berdasrkan dalil-dalil di atas ,dan sekian banyak dalil lain yang tidak kami sebutkan disini,dapat ditarik kesimpulan,bahwa para nabi, para wali dan orang-orang yang beriman yang sudah meninggal,pada hakekatnya menjalani kehidupan di alam kubur,yaitu suatu kehidupan yang berbeda dengan kondisi kehidupan di alam kita. Karena pada hakekatnya,kematian itu hanyalah fase dari kehidupan manusia menuju kehidupan baru yang lebih panjang dan lebih luas dimensi jangkauannya,sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Muhammad Bin Abdul Wahhab al-Najdi dalam Ahkam Tamanni al-Maut berikut ini:
" Diriwayatkan oleh al-Hakim al-Tirmidzi dan sahabat Anas secara marfu': "Aaku tidak mengumpamakan kematian seorang mukmin kecuali seperti anak kecil yang keluar dari perut ibunya yang sempit dan gelap gulita menuju dunia yang luas dan terang" (Ahkam Tamanni al-Maut hal.60)

     Lebih tegas lagi Ibn al-Qayyim menjelaskan dalam kitabnya al-Ruh (hal. 189) tentang empat fase yang dijalani oleh jiwa manusia,dimana masing-masing fase lebih besar dari fase sebelumnya.

Pertama: fase ketika berada dalam perut ibu yang terpenjara,sempit,susah dan berada dalam tiga kegelapan.

Kedua: fase dunia,tempat jiwa itu tumbuh,merasakan ketenangan,melakukan kebaikan dan keburukan yang akan terjadi pengantar kebahagiaan atau kesengsaraannya.

Ketiga: Fase alam barzakh yang lebih luas dan lebih besar daripada alam dunia, bahkan perbandingan alam barzakh dan alam dunia, sama dengan perbandingan alam dunia dengan fase sebelumnya.

Keempat: Fase ketetapan, layakkah kita di surga,atau ke neraka.

     Oleh karena fase kehidupan di alam barzakh setelah kematian,memiliki ruang dan dimensi yang lebih luas dan lebih besar daripada fase alam dunia, tentu jiwa yang telah terlepas dari belenggu raga akan memiliki aktifitas kemampuan yang lebih besar dan lebih luas pula daripada kemampuan yang di miliki sebelum kematiannya. Dalam konteks ini Ibn al-Qayyim mengatakan:

" Jiwa yang terlepas dari penjara raga,hubungan dan rintangannya memiliki aktifitas,kekuatan,pengaruh,semangat dan kecepatan dalam berhubungan dan kebergantungan kepada Allah yang tidak dimiliki oleh jiwa yang hina dan terpenjara oleh hubungan dan rintangan raga... Mimpi-mimpi dari berbagai etnis anak manusia telah mutauwir tentang perbuatan jiwa setelah kematiannya,terhadap perbuatan yang tidak dapat dilakukan ketika ia bersambung dengan raga seperti mengalahkan bala tentara yang sangat besar dengan satu orang,dua orang,jumlah kecil dan sesamanya. Telah sering di impikan bahwa Nabi saw bersama Abu Bakar r.a dan Umar r.a dalam suatu hari,jiwa-jiwa mereka mengalahkan bala tentara kafir dan zalim. Sehingga bala tentara mereka lari dan tercerai berai meskipun jumlah dan persenjataan kaum beriman lemah dan sedikit." (A-RUH ,hal. 171)

     Oleh karena kehidupan di alam barzakh itu memiliki ruang dan dimensi yang lebih uas dan lebih besar daripada kehidupan di dunia,tentu sesuai dengan dalil-dalil syara' dan pandangan seluruh ulama  salaf yang saleh ,ber-tawassul dan ber-istighatsah dengan para nabi dan wali yang sudah meninggal bukanlah sesuatu yang mustahil dalam pandangan syara' maupun akal. Bahkan ber-tawassul dan ber-istighatsah dengan mereka di perbolehkan oleh dalil-dalil syara'.

TAWASSUL

HAKIKAT IBADAH

     Secara etimologis (lughawi) ,para ulama mengartikan ibadah dengan makna ketundukan yang lahir dari puncak kekhusyukan,merendahkan diri dan kepatuhan kepada Allah SWT.
Al-imam Abu Ishaq Ibrahim bin al-Sari al-Zajjaj (241-311 H/855-924 M)-pakar bahasa arab dan tafsir berkata:
"Ibadah dalam bahasa arab adalah ketundukan yang disertai kerendahan diri kepada Allah SWT"
Al-imsain bin abu al-qasim al-husain bin muhammad bin mufadhdhal yang dikenal dengan al-raghib al-ashfihani  (W. 502 H/1240-1355 M) pakar bahasa dan tafsir berkata dalam kitabnya Mu'jam Mufradat Alfazh al-Qur'an:
"ibadah adalah puncak dari kepatuhan dan kerendahan diri kepada Allah"
Al-Imam al-Hafizh taqiyyuddin al-Sub ki (683-756 H/1240-1355 M) pakr fiqih dan bahasa dan tafsir,ketika mentafsirkan ayat "iyyakana'budu" dalam surat al-Fatihah ayat 5 beliau berkata:
"Yakni kepada-Mulah kami khususkan beribadah yang merupakan puncak kekhusyukan dan kerendahan diri"

     Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ibadah merupakan ketundukan ,kepatuhan,puncak dari penghambaan diri dan kerendahan diri kepada Allah SWT.Ibadah dalam pengertian ini,tentu hanya diberikan kepada Allah SWT,tidak kepada yang lain-Nya.
   Oleh karena itu memanggil orang hidup atau yang sudah meninggal ,mengagungkan,ber-istighotsah,berziarah ke makam para waliyullah untuk ber tabarruk untuk berdoa kepada Allah dengan membawa sesuatu yang di cintai Allah,bukan berdoa minta tolong kepada orang mati,bukanlah perbuatan syirik yang dilarang agama.

POSISI SANG KHALIQ DAN MAKHLUK

     Kajian tentang posisi sang Khaliq dan makhluk cukup signifikan dalam konteks ilmu Tauhid,na hal ini akan menjadi garis demarkasi yang cukup tegas (al-hadd al-fashil) dalam rangka menilai dan menakar apakah seseorang masih di anggap sebagai orang muslim atau sudah di anggap menyeleweng dan tersesat dari ajaran islam.
   secara sederhana dapat ditegaskan bahwa al-Khaliq adalah merupakan Dzat penentu segalanya,yang mendatangkan manfaat dan mudharat dan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. Ini adalah merupakan posisi sang Khaliq yang dimiliki oleh makhluk.Sedangkan makhluk hanyalah merupakan hamba yang sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk mendatangkan syafaat ,bahaya,kematian,kehidupan,dan lain-lain.
   sebagaimana hal ini di tegaskan didalam al-Qur'an surah al-A'raf :188 yang berbunyi:

"Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudhorotan kecuali yang dikehendaki Allah. Dean sekiranya aku mengetahui yang ghaib,tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan tertimpa kemudharatan.Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan,dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman"

  Kesadarn akan posisi al-khaliq dan makhluk ini pada akhirnya memjadikan kita dapat menilai dengan pasti apakah praktik amaliyah keseharian kita termasuk  dalam kategori syirik atau tidak.Ketika seseorang mencoba mencampur adukkan antara posisi al-khaliq dengan makhuk,misalnya meyakini bahwa sebagian makhluk memiliki kemampuan untuk mendatangkan mudharat dan manfaat tanpa dengan izin dan kehendak Allah SWT,maka dapat di pastikan bahwa yang bersangkutan telah melakukan perbuatan syirik yang nyata. Ziarah kubur,tawassul,istighatsah,bershalawat,membaca burdah,dan lain sebagainya tidak berefek apa-apa terhadap kemurnian iman dan tauhid kita,ketika kita tetap berkeyakinan bahwa Dzat yang mampu mendatangkan manfaat dan mudarat hanya Allah SWT.


.HAKEKAT TAWASSUL

    Para ulama seperti al-Imam al-Hafizh Taqiyyudin al-Subki menegaskan bahwa tawassul,istisfa,istighatsah,isti'anah,tajawwud dan tawajjuh,memiliki makna dan hakekat yang sama.Mereka mendefinisikan tawassul dan istilah-istilah lain yang sama dengan definisi sebagai berikut:
"Memohon datangnya manfaat (kebaikan) atau terhindarnya bahaya (keburukan) kepada Allah dan menyebut nama seorang Nabi atau Wali untuk memuliakan (ikram) keduanya"
(Al-Hafizh al-'Abdari,al-syarh al-Qawim,Hal.378)


   Sebagian kalangan memiliki persepsi bahwa tawassul adalah memohon kepada seorang nabi atau wali untuk mendatangkan manfaat dan menjauhkan bahaya dengan keyakinan bahwa nabi atau wali itulah yang mendatangkan manfaat dan menjauhkan dari bahaya secara hakiki.

   Persepsi keliru bin ngawur seperti ini tentang tawassul,kemudian membuat mereka menuduh orang bertawassul sebagai orang KAFIR dan MUSRIK.
Padahal kakekat tawassul di kalangan para pelakunya adalah memohon datannya manfaat (kebaikan atau terhindarnya bahaya (keburkan) kepada Allah SWT  dengan menyebut nama seorang nabi atau wali untuk memuliakan keduanya.

 Kesembronoan kaum wahabi yang mendefinisikan tawassul secara prasangka mereka dan tanpa tabayyun pada ahli tawassul itu membuktikan, bahwa kedangkalan ilmu kaum wahabi terhadap amaliyah kaum muslimin AHLUSSUNNAH WAL JAMAA'AH secara umum.

   Ide dasar dari tawassul ini adalah sebagai berikut.Allah SWT telah menetapkan bahwa biasanya urusan-urusan di dunia ini terjadi berdasarkan hukum kausalitas;sebab akibat.Sebagai contoh,Allah SWT sesungguhnya maha kuasa untuk memberikan pahala kepada manusia tanpa beramal sekalipun,namun kenyataannya tidak demikian. Allah memerintahkan manusia untuk beramal dan mencari hal-hal yang mendekatkan diri kepada-Nya.
Allah SWT berfirman:

"Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu,dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,kecuali bagi orang-orang yang khusyuk" (QS.al-Baqarah: 45).

   Ayat ini memerintahkan untuk mencari segala cara yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Artinya,carilah sebab-sebab tersebut,kerjakanlah sebab-sebab itu, maka Allah akan mewujudkan akibatnya. Allah SWT telah menjadikan tawassul dengan para nabi dan wali sebagai salah satu sebab di penuhinya permohonan hamba. Padahal Allah maha kuasa untuk mewujudkan akibat tanpa sebab-sebab tersebut. Oleh karena itu,kita diperkenankan ber-tawassul dengan para nabi dan wali dengan harapan agar permohonan kita dikabulkan oleh Allah SWT.

   Jadi tawassul adalah sebab yang dilegitimasi oleh syara' sebagai sarana dikabulkannya permohonan seorang hamba. Tawassul dengan para nabi dan wali diperbolehkan baik disaat mereka masih hidup atau mereka sudah meninggal. Karena seorang mukmin yang bertawassul tetap berkeyakinan bahwa tidak ada yang menciptakan manfaat dan mendatangkan bahaya secara hakiki kecuali Allah. Para nabi dan wali tidak lain hanyalah sebab dikabulkannya permohonan hamba karena kemulian dan ketinggian derajat mereka. Ketika seorang nabi atau wali masih hidup,Allah yang mengabulkan permohonan hamba. Demikian pula setelah mereka meninggal,Allah juga yang mengabulkan permohonan seorang hamba yang ber-tawassul dengan mereka, bukan nabi atau wali itu sendiri. Sebagaimana orang yang sakit pergi ke dokter dan meminum obat agar diberikan kesembuhan oleh Allah,meskipun keyakinan pencpta kesembuhan adalah Allah,sedangkan obat hanyalah sebab kesembuhan. Jika obat adalah contoh sabab 'adi (sebab-sebab amaliyah),maka tawassul adalah sebab syar'i (sebab-sebab yang diperkenankan syara'). Seandainya tawassul bukan sabab syar'i, maka Rosulullah tidak akan mengajarkan orang buta (yang datang kepadanya) agar ber-tawassul dengannya. Dalam hadist shahih,Rosulullah mengajarkan kepada orang buta untuk berdoa dengan menggucapkan:

"Allahumma inni as aluka wa atawajjahu ilaka bi nabiyyina muhammadin nabiyyirrohmati, ya muhammadu inni atawajjahu bika ila rabbi fii haajatii lituqdlolii"

"Ya Allah aku memohon dan memanjatkan doa kepada-Mu dengan nabi kami MUhammad ,nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad,sesungguhnya aku memohon kepada tuhanku dengan engkau berkait dengan hajatku agar dikabulkan"

   Orang buta tersebut melaksanakan petunjuk Rosulullah ini. Ia orang buta yang ingin diberi kesembuhan dari butanya. Akhirnya is diberikan kesembuhan oleh Allah ketika dia tidak berada di hadapan Nabi (tidak di majlis rosul) dan kembali ke majlis rasul dalam keadan sembuh dan bisa melihat. Seorang sahabat yang menjadi saksi mata peristiwa ini,mengajarkan petunjuk tersebut  kepada orang lain pada masa Khalifah Utsman bin Affan r.a ,yang tengah mengajukan permohonan kepadanya. Pada saat itu saiyidina  Utsman sedang sibuk dan tidak sempat memperhatikan orang ini. Maka orang ini melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh orang buta tersebut pada masa Rasul. Setelah itu ia mendatangi Utsman bin Affan dan akhirnya ia disambut olah beliau dan permohonannya dipenuhi. Umat islam selanjutnya senantiasa menyebutkan hadist ini dan mengamalkannya hingga sekarang. Para ukama ahli hadist juga menuliskan hadist ini dalam karya-karya mereka seperti al-Imam Ahmad,al-Tarmidzi, dan menilainya shahih, al-Nasa'i dalam 'Amal al-yaum wa al-lailah, Ibn Khuzaimah dalam al-shahih, Ibn Majah,al-Thabarani dalam al-Mu'jam al-Kabir,al-Mu'jam al-Shaghir dan al-Du'a' dan menilainya shahih,al-Hakim dalam al-Mustadrak,dan menilainya shahih serta di akui oleh al-Hafizh al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwwah dan al-Da'awat al-Kabir dan ulama-ulama lain.

   Hadist ini adalah dalil bolehnya ber-tawassul dengan nabi,pada saat nabi masih hidup,dibelakannya (tidak di hadapannya). Hadist ini juga menunjukkan bolehnya ber-tawassul dengan nabi seteah beliau wafat seperti yang di ajarkan oleh para perawi hadist tersebut,yaitu sahabat Utsman bin Affan,karena hadist ini tidak hanya berlaku pada masa nabi hidup,tetapi berlaku selamanya dan tidak ada yang me-nasakh-nya.