Minggu, 12 Juli 2015

AL-QUR'AN DAN TAWASSUL



      Perlu di perhatikan ,bahwa sebenarnya tidak ada satupun ayat al-Qur'an  dan hadist Nabi saw,maupun pendapat ulama salaf yang saleh ,yang secara tegas (sharih) melarang ber-tawassul dengan orang yang sudah meninggal. Larangan ber-tawassul pada awalnya datang dari penafsiran Ibn Taimiyah terhadap ayat al-Qur'an .Namun kemudian penafsiran yang tidak benar dari Ibn Taimiyah tersebut,oleh kaum wahbi dikultuskan dan didudukkan setara dengan NASH al-Qur'an dan hadist, dalam melarang tawassul. Padahal apabila dikaji dengan benar,al-Qur'an al-Karim sebagai sumber primer pengambilan hukumn islam justru menganjurkan tawassul dan istighatsah. Hal ini setidaknya dapat dilihat dengan mengamati dua ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan tawassul serta penafsiran ahli hadist terhadap kedua ayat tersebut.

1.Dalam surah al-Ma'idah ayat 35


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Hai orang-orang yang beriman ,bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah yang mendekatkan diri kepada-Nya"
     Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan kita agar mencari wasilah yang dapat mendekatkan kita kepada Allah ,termasuk dengan cara ber-tawassul dengan para nabi atau wali yang sudah meninggal seperti telah diajarkan oleh Rasulullah saw,para sahabat dan ulama salaf yang saleh .Dalam menafsirkan wasilah dalam ayat ini,al-Hafizh Ibn Katsir mengatakan:
"Wasilah adalah segala sesuadapat menjadikan sebab sampai pada tujuan." (Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, 2/50).
 
     Sedangkan bertawassul dan ber-istighatsah dengan para wali dan nabi yang sudah meninggal ,menurut Ibn Katsir dapat mengantarkan kita kepada terkabulnya permohonan sebagaimana dijelaskan dalam al-Bidayah wa al-Nihayah,jami' al-Masanid dan tafsir al-Qur'an al-Azhim.

2.Dalam surah al-Nisa' ayat 64 disebutkan


وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا

 64. Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. Sungguh, sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
 
     Dalam ayat ini Allah menuntun kita apabila kita menganiaya diri dengan melakukan perbuatan dosa, dan kita hendak bertaubat dan memohon ampun kepada Allah ,maka kita datangi Rasulullah saw,baik ketika beliau masih hidup atau sudah meninggal,lalu kita memohon ampun kepada Allah serta ber-tawassul dan ber-istighatsah dengan Rasulullah saw, agar dimohonkan ampun kepada Allah .Hal ini sesuai dengan penafsiran al-Hafizh Ibn Katsir yang dikagumi oleh kaum Wahabi  terhadap ayat berikut:

"Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang berbuat maksiat dan berbuat dosa ,apabila di antara mereka melakukan kesalahan dan kemaksiatan supaya mendatangi Rasululloh saw, meminta ampun kepada Allah di sisinya dan memohon kepada beliau  agar memohonkan ampunan untuk mereka, karena apabila mereka melakukan hal itu, maka Allah akan mengabulkan taubatnya, mengasihinya dan mengampuninya .Banyak ulama menyebutkan seperti al-Imam Abu Manshur al-Shabbagh dalam al-Syamil ,cerita yang populer dari al-'Utbi. Beliau berkata: " Aku duduk di samping makam Rasulullah ,kemudian datang a'rabi dan berkata: "SAesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu,lali memohon ampunan kepada Allah  ,dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka,tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi maha penyayang." (QS> al-Nisa'; 64). Aku datang kepadamu dengan memohon ampun karena dosaku dan memohon pertolongan kepada Tuhanku".
kemudian mengucapkan syair:
Wahai sebaik-baik orang yang jasadnya disemayamkan di tanah ini
Sehingga semerbaklah tanah dan bukit karena jasadmu
Jiwaku sebagai penebus bagi tanah tempat bersemayammu
Disana terdapat kesucian ,kemurahan dan kemuliaan
Kemudian a'rabi itu pergi.kemudian aku tertidur dan bermimpi bertemu Rasulullah saw dan beliau berkata :" Wahai 'Utbi,kejarlah si a'rabi tadi, sampaikan berita gembira padanya ,bahwa Allah telah mengampuni dosanya." (al-Hafizh Ibn Katsir ,tafsir al-Qur'an al-Azhim,1/492)


     Kisah al-'Utbi ini juga diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Nawawi dalam al-Idhah fi manasik al-hajj (hal. 498), Ibn Qudamah al-Maqdisi al-Haqnbali dalam al-Mughni (3/556), Abu al-faraj Ibn Qudamah dalam al-Syarh al-Kabir (3/495), al-Syaikh al-Buhuti dalam Kasysysf al-Qina' (5/255).
    Berdasarkan uraian di atas ,dapat kita simpulkan bahwa ber-tawassul dan ber-istighatsah dengan para nabi dan wali yang sudah meninggal itu tidak dilarang dan bertentangan dengan ajaran al-Qur'anulkarim . bahkan al-Qur'an membolehkan dan menganjurkan bertawassul dan ber-istighatsah  dengan para nabi atau wali yang sudah meninggal sesuai dengan penegasan ulama salaf dan huffazh dari kalangan ahli hadist seperti al-Hafizh Ibn Katsir ,al-Hafizh al-Qurthubi, al-Hafizh Ibn Hajar dll.